Cerita dibalik Oleh-oleh Wajib dari Bengkulu
Enggak afdol juga kalau kita jalan-jalan pulangnya tanpa bawa oleh-oleh, karena sering juga menyesal begitu pulang, kebanyakan dari kita sesampai dirumah sudah pasti deh buka-buka foto terus lihat-lihat postingan teman, kadang tanpa sengaja kebrowsing tuh yang unik dan istimewa dari daerah tersebut, betul enggak? mudah-mudahan enggak ya, karena sakitnya tuh disini.. hehehe
Nah kebutalan kita baru kembali dari Bengkulu, enggak salah kalau kita mau informasikan oleh-oleh wajib dari Bengkulu yaitu Kopi khas Bengkulu, apalagi bagi penikmat kopi, walau banyak yang unik di Bengkulu kan enggak mungkin bawa pulang oleh-oleh Bunga Raksasa hehehe.
Dan oleh-oleh wajib Bengkulu rupanya punya latar belakang cerita rakyat yang cukup menarik, pada zaman dahulu kala, hidup seorang petani kopi sekaligus ‘toke’ atau pengepul kopi di sebuah dusun tua yang belakangan diberi nama Desa Aur Gading, Desa yang saat ini masuk wilayah administrasi Kabupaten Bengkulu Utara Provinsi Bengkulu.
Di Desa itu pula terdapat seorang Putri Gading Cempaka dipercaya sebagai leluhur dari kerajaan-kerajaan yang sempat muncul pasca Kerajaan Sungai Serut ‘hancur’, sehingga Putri Gading Cempaka dipercaya sebagai sosok yang memiliki aura kedamaian, penuh kasih, dan bijaksana. Kecantikan dan kecerdasan Putri Gading Cempaka tertanam sebagai sebuah manivestasi kekayaan alam bumi Bengkulu. Bumi yang subur dan dapat tumbuh segala macam tanaman yang bernilai ekonomi tinggi. Salah satunya itu adalah kopi.
Desa Aur Gading merupakan desa tertua di Bengkulu Utara yang mayoritas penduduknya berasal dari suku Rejang. Suku terbesar di provinsi Bengkulu. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani kopi. Singkat cerita kurang lebih pada tahun 1920 sebelum kemerdekaan, penduduk Aur Gading mulai mengembangkan pertanian kopi yang dalam catatan sejarah hampir bersamaan dengan kota Curup. Catatan ini hanya bentuk perkiraan. Kenapa bersamaan? Karena Aur Gading-Curup memiliki perkebunan yang sangat dekat satu sama lain.
Kopi asli Bengkulu ini rupanya menjadi kesenangan para Penjajah Belanda, bahkan bagi penikmat kopi saat itu Bangsa Belanda menyebutnya Kopi Candu, karena di rasa bisa mematahkan alusinasi jadi kegirangan dan sumber kekuatan serta kebahagiaan para penikmatnya.
Desa Aur Gading yang berarti Aur itu Bambu dan Gading itu Kuning, sehingga di kenal dengan Desa Bambu Kuning, karena dahalu Desa tersebut dikenal juga banyak ditanami pohon-pohon bambu kuning, walaupun saat ini mungkin sudah tidak sebanyak dahulu lagi atau kebun-kebun itu telah berubah menjadi pemukiman atau bahkan menjadi toko/ruko-ruko.
So!, kalau ke Bengkulu oleh-olehya ya ‘Kopi Gading Cempaka’ biar bias membayangkan sang Putri yang cantik dan bijaksana tersebut.
Bengkulu Bisa Jadi Penghasil Robusta Terbesar di Indonesia
“Kopi Robusta boleh ada dimana-mana. Tapi soal kenikmatan rasa, kopi robusta Bengkulu berani beda. Buah kopi robusta kami, lahir dari proses panjang tradisi perawatan yang sudah turun temurun. Karena itu, rasakan sensasi kopi robusta Bengkulu.”
Anugerah terbesar provinsi Bengkulu sebagian besar daerahnya merupakan kawasan hutan lindung dan hutan rakyat. Baik yang berada atau berdekatan dengan kawasan Taman Nasional Bukit Barisan (TNBB) ataupun Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), yang membentang mulai dari Lampung hingga Aceh.
Mayoritas masyarakat provinsi Bengkulu berkebun. Perkebunan terbesar merupakan sawit, karet dan kopi. Masyarakat menggantungkan hidup pada potensi alam yang melimpah namun belum mampu dikelola secara baik untuk menstimulasi nilai tambah. Semua potensi masih dikelola secara ‘tradisional’ sehingga produktifitasnya sangat kecil.
Saat ini, provinsi Bengkulu baru menempati posisi ketiga dari 5 daerah penghasil kopi terbesar di Indonesia. Bengkulu mampu menghasilkan 88.861 ton tiap tahun. Selain itu, Bengkulu merupakan daerah segi tiga emas penghasil Robusta terbesar ketiga di pulau Sumatera setelah Sumatera Selatan dan Lampung.
Kendati memiliki potensi yang sangat besar, kopi Bengkulu belum terekspos dengan baik sehingga kurang diperhitungkan secara serius di kancah nasional dan internasional. Padahal kualitas kopi Bengkulu diyakini mampu sejajar dengan kopi daerah lain.
Kopi Gading Cempaka hadir sebagai sebuah ikhtiar membangun atmosfer baru dalam kancah perkopian Bengkulu, Indonesia, syukur-syukur hingga internasional. Tentu ini salah satu dari sekian banyak pegiat kopi di provinsi Bengkulu. Dimulai dari nama, Kopi Gading Cempaka tampil dari sebuah filosofi lokal yang mengakar pada masa dahulu kala, diangkat kembali kepermukaan untuk mengabadikan sejarah leluhur. Masih ingat dengan kisah perempuan cantik Putri Gading Cempaka?
Putri Gading Cempaka merupakan putri bungsu dari Raja Ratu Agung (pendiri sekaligus Raja pertama Kerajaan Sungai Serut). Seorang putri cantik rupawan dari titisan Kerajaan Majapahit. Bukan hanya perawakannya yang mempesona, putri gading juga memiliki kecerdasan yang rupawan. Wajar, jika pangeran dari Aceh tergila-gila padanya. Hingga terjadilah perang dahsyat antara kerajaan Bengkulu dengan pasukan pangeran Aceh lantaran pinangan ditolak oleh Putri Gading Cempaka.
Kecantikan Putri Gading Cempaka dalam konteks saat ini –Kopi Gading Cempaka– gambaran soal kopi Bengkulu. Kopi Bengkulu hanya butuh sentuhan ‘branding’ agar bisa dilirik, diminati, dan dicintai seperti daerah-daerah di Indonesia.
Walaupun Bengkulu merupakan penghasil kopi Robusta mayoritas, kopi Arabika juga mulai banyak diminati oleh petani. Sehingga, Arabika sudah mulai dikembangkan secara pelan-pelan. Selain harganya yang lumayan mahal, secara rasa, kopi Arabika Bengkulu diyakini mampu beri rasa berbeda dengan daerah lain.
Kopi Gading Cempaka menyediakan Kopi Premium. Kata Premium adalah merupakan manivestasi kecantikan dan kecerdasan dari sosok Putri Gading Cempaka. Sehinga dapat dibayangkan soal cita rasanya. Dijamin tidak akan berpaling.