Kisah Benteng Keraton Wolio

Pulau buton, pulau yang terletak di bagian tenggara Pukau Sulawesi menyimpan kekayaan alam dan destinasi wisata yang menakjubkan. Pulau indah dengan garis pantai putih dan hasil alam yang melimpah ini terkenal sebagai penghasil aspal terbesar di Indonesia.
Selain kekayaan alamnya, pulau Buton tepatnya di Kota Baubau memiliki peninggalan sejarah yang cukup unik, yaitu Benteng Keraton Wolio, dikenal sebagai benteng terluas di dunia. Diberi penghargaan oleh Guiness World Of Record pada tahun 2006 sebagai “Benteng Terluas Di Dunia” dengan luas sekitar 23,375 Ha yang mana menjadi suatu daya Tarik bagi wisatawan untuk berkunjung.

Keraton Wolio menjadi salah satu tempat bersejarah yang paling penting di kota Baubau dan sekitarnya. Hal ini dikarenakan Keraton Wolio merupakan salah satu bukti dan saksi sejarah yang terjadi di wilayah ini. Sebagai sumber sejarah Kerajaan Buton meliputi jejak sejarah dari transisi masuknya Islam ke Indonesia, serta saksi sejarah panjang penjajahan di Indonesia.
Pada tahun 1637, masa pemerintahan Sultan Buton ke IV yang bernama Sultan Dayanu Ikhsanuddin, benteng dijadikan permanen sebagai tempat pertahanan penjajah.

Kota Baubau dikenal sebagai wilayah bersejarah, melalui kebudayaan Kesultanan Buton. Hal ini ditandai dengan peninggalan situs, benda-benda dan bangunan bersejarah yang terdapat di dalam kawasannya.
Benteng ini memiliki 12 pintu gerbang yang disebut Lawa yang berfungsi sebagai penghubung antara keraton dengan masyarakat umum. Konon, adanya 12 Lawa di benteng tersebut ditafsirkan dari adanya 12 lubang di tubuh manusia, karena mereka mempercayai bahwa Benteng Keraton Wolio ibarat manusia, benteng ini juga memiliki 16 emplasemen Meriam yang disebut Baluara.
Karena letaknya pada puncak bukit yang cukup tinggi dengan lereng yang cukup terjal memungkinkan tempat ini sebagai tempat pertahanan terbaik di zamannya. Dari tepi benteng yang sampai saat ini masih berdiri kokoh anda dapat menikmati pemandangan Kota Bau-Bau dan hilir mudik kapal di selat Buton dengan jelas dari ketinggian, suatu pemandangan yang cukup menakjukkan.


Sejarah terbentuknya Kawasan Benteng Keraton Wolio sendiri ditandai dengan tibanya 4 tokoh pemimpin atau mia patamiana, yaitu Sipanjongan, Sijangwangkati, Simalui, dan Sitanamajo. Melalui peran mia patamiana inilah negeri Wolio tumbuh berkembang menjadi cikal bakal pusat pemerintahan Kerajaan dan Kesultanan Buton selanjutnya. Mereka juga memiliki Raja Buton I (pertama) sebagai pemimpin. Masa masuknya Islam ke Kerajaan Buton telah menjadi era baru sejarah di wilayah ini. Kehidupan yang berlandaskan Islam menjadi pelopor terjadinya transformasi pemerintahan dari Kerajaan menjadi Kesultanan. Raja Buton VI Murhum menyatakan memeluk Islam dan menjadi Sultan Buton pertama, yang diikuti oleh penduduknya, serta dibangunnya Masjid Keraton, sebagai pusat ibadah masyarakat pada masanya.
Disini, kita bisa merasakan kentalnya nuansa Islami dengan adanya Masjid Keraton Buton. Masjid berlantaikan marmer yang berukuran kurang lebih 40 m2 ini dibangun pada tahun 1712 dan menjadi masjid tertua di Sulawesi Tenggara. Dibangun pada masa kesultanan Sultan Sakiuddin Durul Alam, juga menjadi lambing kejayaan Islam pada masa itu.
Selain objek wisata, peninggalan sejarah yang tercetak di dalam Kawasan Benteng Keraton Wolio dan masih melekat sampai sekarang di masyarakat kepulauan buton adalah salah satunya pakaian adat

Bagi masyarakat Buton, pakaian adat tradisional mempunyai makna secara khusus. Dalam arti bahwa masyarakat yangmenggunakan pakaian adat tradisional tersebut dengan ciri-ciri atau spesifikasi tertentu baik warna, bentuk, perhiasan dan jumlah aksesoris yang digunakan maupun perlengkapan lainnya adalah mereka yang memiliki status sosial yang lebih tinggi dalam tingkat kehidupan masyarakat Buton pada masa lampau maupun saat ini.
Tradisi seperti: Pakande-kandea, merupakan tradisi khususnya di Kota Baubau yang diselenggarakan karena syukur atas anugerah yang diberikan Allah SWT dan tradisi ini juga bertujuan untuk menyambung kembali tali silaturahmi masyarakat. Pakande-kandea biasanya dilaksanakan setelah perayaan hari raya Idul Fitri atau lebaran. Sebab pada moment tersebut, seluruh keluarga yang merantau telah kembali ke kampung halaman untuk merayakan lebaran bersama-sama, sebelumnya tradisi ini bertujuan untuk penyambutan para pahlawan yang kembali dari medan perang.
Festival Keraton Kesulatanan Buton merupakan acara tahunan yang di adakan di Kota Bau-Bau bertujuan untuk mengenalkan wisata di Sulawesi Tenggara dengan rangkaian kombinasi Kesenian, Kebudayaan serta Olaharaga. Pada acara Festival Keraton Nusantara VIII 2012, Benteng Keraton Buton terpilih menjadi tuan rumah yang dimana akan dihadiri 155 kerajaan, kesultanan dan lembaga adat Nusantara.
Peninggalan-peninggalan ini sampai sekarang masih terjaga dan tinggal dalam Kawasan Benteng Keraton Wolio sejak dulu, yang mana sekaligus menjadi nilai dan daya Tarik Benteng ini untuk dikunjungi.

Sumber : Dinas Pariwisata Kota Baubau

Related Posts